Senin, 07 Juni 2010

Peradaban Islam


Peradaban Islam, apa dan bagaimanakah tradisi peradaban Islam dimasa yang lalu? Pertanyaan ini sekilas sepertinya hanya ingin bernoltalgia tentang sesuatu yang sudah tidak pada tempatnya.

Dikatakan sudah tidak pada tempatkan karena sebagian besar orang-orang jaman sekarang menganggap kaitan dan atau mengkaitkan segala sesuatu kepada agama adalah sebuah pertanda kemunduran sebagaimana yang dikatakan oleh August Comte, bahwa agama adalah tahap pertama setelah orang agak maju maka mulailah manusia bisa meningkat kepada filsafat ditahap kedua.

Agama dan filsafat sudah usang, orang-orang yang masih sibuk bernoltalgia dengan agama dan berfilsafat maka dia akan terlindas oleh kemajuan jaman, ini musti disadari karena untuk bisa mendapatkan tempat dijaman secanggih sekarang orang-orang harus mau naik ketingkat berikutnya, yaitu tingkat ketigayang bernama tingkat emphiris.

Kita sudah mendengar apa yang dikatakan Comte dan orang orang yang sepandangan dan atau yang mendukungnya dan untuk menjawabnya nanti akan kita siapkan waktu dan tempat khusus untuk itu.

Dalam kesempatan ini kita tidak kan menjawab Comte secara langsung melainkan kita akan mengurutkan pembicaraan tentang apa itu yang disebut ilmiah dan apapula itu yang disebut dengan sebuah kemajuan (peradaban).

Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh sebuah peradaban akan selalu menghasilkan kemajuan di semua sektor. Kemajuan peradaban islam juga telah memajukan beberapa sektor kehidupan untuk seluruh umat manusia, termasuk didalamnya adalah sektor ekonomi, politik, etika, fisika, astronomi bahkan sampai kepada kehidupan spiritual.

Awal Peradaban Islam

Pada masa kilafah Bani Abbasiyah ,khususnya zaman khalifah al-Mansur dan al-Makmun,berbagai aktivitas sudah banyak dilakukan untuk menyiapkan dan menerjemahkan berbagai karya ilmiah . Pada akhir abad ke-10 telah banyak karya penting yang berhasil diselesaikan . Para penerjemah berasal dari berbagai etnik, seperti Naubakht dari Persia, Muhammad bin al-Fazari dari Arab, dan Hunain bin Ishaq yang dulunya adalah seorang penganut Kristen Nestorian dari Hirah.

Para Ilmuan Muslim seringkali menerima kesimpulan ilmiah dari pihak lain, kemudian mengujinya dengan melakukan verifikasi. Namun tidak jarang pula mereka melakukan observasi dan eksperimen terhadap masalah-masalah baru hingga menghasilkan penemuan baru. Para ilmuan Muslim biasa menggunakan pendekatan praktis bagi permasalahan ilmiah yang memuat pemikiran-pemikiran abstrak.

Para ilmuan Muslim sudah mengenal aspek fisik (kualitatif) maupun aspek matematis (kuantitatif) dari suatu ilmu pengetahuan. Mereka melakukan penelitian terhadap aspek kualitatif maupun kuanttitatif dari berbagai problem ilmiah. Sebagai contoh, Ibnu Khurdadhbeh menghitung derajat lintang dan busur berbagai tempat. Sementara itu, al-Biruni menghitung gaya tarik sejumlah zat kimia.

Eksperimen-eksperimen ilmiah dalam bidang kimia, fisika, dan farmasi dilakukan dilaboratorium; sedangkan penelitian dalam bidang patologi dan pembedahan dilakukan dirumah sakit- rumah sakit. Sejumlah observatorium juga dibangun dibeberapa lokasi, seperti di Damaskus, Baghdad, Naisabur, untuk melakukan pengamatan astronomi.

Persiapan bedah mayat juga dilakukan dalam rangka praktik pengajaran anatomi. Khalifah al-Mu`tashim pernah mengirimkan kera untuk dijadikan peraga dalam kegiatan ini. Demonstrasi operasi pembedahan bagi para mahasiswa diberikan dirumah sakit-rumah sakit.

Tingkat melek huruf di kalangan kaum Muslim mencapai level tertinggi pada abad 11 dan 12 M. Tingginya semangat keilmuan pada masa itu diindikasikan dengan karya optic Shihab al-Din al-Qirafi,seorang ulama fikih danjuga hakim di Kairo yang menangani 50 macam masalah penglihatan.

Dalam naungan hukum Islam, Para ilmuwan tidak hanya memberikan kontribusi demi kemajuan ilmu pengetahuan, tetapi juga mengaplikasikan penemuan ilmiahnya dalam bentuk inovasi teknologi. Mereka mengamati bintang-bintang ,kemudian menyusun peta bintang untuk keperluan navigasi.

Ibnu Yunus misalnya memanfaatkan pendulum untuk menentukan ukuran waktu. Ibnu Sina menggunakan termometer udara untuk mengetahui temperature udara.

Para ilmuan Muslim menjadikan Aljabar sebagai cabang dari ilmu Matematika. Istilah Aljabar berasal dari bahasa Arab yaitu Jabr. Para cendikiawan Muslim juga mengembangkan ilmu trigonometri serta mengaplikasikannya dalam ilmu astronomi, karena astrologi yaitu keyakinan bahwa posisi bintang sangat berpengaruh terhadap nasib manusia merupakan “ bid`ah” menurut islam. Maka astronomi berkembang menjadi ilmu murni, setelah dibersihkan dari kepercayaan takhyul.

Berbagai kata atau istilah Arab yang banyak digunakan dalam bahasa Eropa menjadi monument hidup atau bukti nyata kontribusi kaum Muslim pada scient modern. Disamping itu sejumlah besar buku diberbagai perpustakaan di Asia dan Eropa, museum-musium diberbagai negeri , serta Masjid dan istanayang dibangun berabad-abad silam juga merupakan bukti adanya fenomena penting ini dalam sejarah dunia.

Beberapa contoh khazanah ilmu pengetahuan yang berasal dari bahasa arab adalah ciphecipher atau didalam istilah perancis disebut chiffre , yang sebenarnya berasal dari kata sifr (Arab) yang berarti kosong atau nol. Kata alkali dalam bidang kimia untuk menyebut zat tertentu yang menghasilkan garam bila dicampur dengan suatu jenis asam ,juga berasal dari bahasa arab yakni al-qali, Istilah dan squadron atau dalam bahasa Prancisnya escadre yang mempunyai arti sebuah kesatuan didalam ketentaraan juga berasal dari kata askariyah yang memiliki makna serupa. Juga istilah admiral berasal dari kata amir al-bahr dan lain-lain.

Dalam proses penerjemahan, banyak nama ilmuwan Muslim yang mengalami perubahan , sehingga membuat para pembaca mengira bahwa mereka adalah orang-arang non-Muslim dari Eropa. Beberapa nama diantaranya adalah Abul Qasim al-Zahrawi (Albucasis) , Muhammad ibnu Jabir ibnu sinan al-Battani (Albetinius) , dan Abu `Ali ibnu Sina ( Avicenna).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar